Dan...
Bangsa yang besar adalah ...
.
Ketika medan perang berpindah dari kota ke dalam hutan-hutan. Berhari-hari kami berkeliling dan mengelilingi pepohonan, semak, batu, sungai, dan gunung. Perut lapar, air bersih tak ada. Kaki memegal, tumit dan jari lecet hebat. Memikul senapan pun jadi terasa berat sekali, lebih-lebih jika harus menarik pelatuk, mendengar teriak serta melihat sosok menggeliat mengejang tatkala peluru menyapa dadanya.
.
Dalam perang hutan musuh seorang prajurit bertambah tiga. Alam, medan tempur jadi musuh yang pertama. Ia seringkali tak terduga, licin, curam, dan terjal berbahaya menghadirkan ancaman kepada siapa saja yang lengah atau lalai berhati-hati. Ancaman selanjutnya pun masih datang dari dalam isi hutan. Hewan dan binatang apapun, baik yang kecil, apalagi yang besar semua bisa juga jadi ancaman. Bagaimana tidak, Nyamuk malaria yang kecil saja bisa membunuh, bagaimana jika nasib sial bertemu dengan induk babi hutan, rombongan gajah, harimau jantan atau beruang besar?
.
Pun diantara deret musuh-musuh yang nampak atau yang tidak itu satu yang paling sulit ditaklukan adalah justru musuh yang paling dekat, yaitu diri sendiri. Pada saat-saat sulit seperti itu rasa lelah, jenuh, tersiksa, takut, terancam, dan lain-lain yang berbaur jadi satu di dada seringkali bersuara melemahkan: "Pulang sajalah, Aku sungguh telah lelah.."
( Mitos Fakta masih kecil dan sampai sekarang)
Namun niat dalam hati kembali menguatkan diri. Niat itu mengalir di dalam darah hingga ketegaran kembali mengental dalam dada. Niat itu begitu kuat, sangat kuat. Agar supaya semua sampai pada tujuan, agar supaya anak cucu dan anak cucunya kelak tidak perlu susah payah bernasib sama seperti kami. Supaya besok-besok, mereka bisa makan enak, berpakaian layak, tak perlu resah atau gelisah khawatir mortir berjatuhan di atap rumah.
.
Jadi kalaulah hari ini aku diberi tanda bintang-bintang di dada atau yang bulat-bulat berpita itu, lalu disebut-sebut sebagai veteran, purnawirawan, atau pahlawan, lantas apa pentingnya? Apakah aku harus berbangga, atau harus meminta Tuhan putarkan waktu supaya aku bertukar tempat saja dengan sahabat-sahabatku yang gugur di malam itu?
.
Karena sampai tepat di hari ini, entah berapa lama tanah airku disebut negara merdeka, namun segalanya masih tetap sama-sama saja. Dalam rentaku, aku masih harus menjadi pejuang dalam kehidupanku, asing dan antek-antek keparatnya masih jadi tuan dan majikan bumi pertiwi, dan anak cucuku serta banyak anak cucu yang gugur di medan tempur masih harus hidup seperti kerbau dalam kubang lumpur.
( Bangsa Yang Besar Tjatatan Pejoeang 1945 Penjajah )
.
Tahukah, fisikku boleh melemah. Tatap mataku pun tak setajam dahulu dalam membidik. Bisa jadi bungkuk di punggung serta rematik di kaki turut menghambat gerak langkahku. Namun percayalah naluri pejuang itu tetap selalu hidup muda dan kuat di kepalaku. Aku tahu bagaimana rasanya hidup dalam masa penjajahan, rasa dan perasaan orang yang terjajah, dan aku jelas tahu bagaimana caranya menghadapi dan melawan penjajahan! Maka berpikirlah kamu...
Like : Wajib diajarkan diri sendiri dan anak cucu .
Dari Tjatatan Seorang Pejoeang '45 Oleh Arief Bona
loading...
0 comments:
Post a Comment